1) PUJIA PEMBUKA
KJ.13: 1 – 4
2) DOA
3) MEMBACA ROMA
14:1 – 12
4) MEMAHAMI SKETSA
PA & DISKUSI
Di dalam perikop ini kita bisa membaca situasi yang
dihadapi oleh Paulus selaku penulis surat. Pada waktu itu di tengah-tengah
jemaat Roma terdapat pertentangan antara dua kelompok yang memiliki pemahaman
berbeda. Sebagaimana dituturkan oleh teks, dua kelompok tersebut bisa disebut
sebagai kelompok “ketat” dan kelompok “longgar”. Kelompok ketat terdiri atas
orang-orang yang masih melakukan seleksi dalam soal makanan. Mereka hanya mau
memakan sayur-sayuran dan tidak mau memakan daging. Sedangkan kelompok yang
longgar merasa tidak perlu berbuat seperti itu, mereka memakan semua jenis
makanan dengan bebas (ayat 2). Demikian juga kelompok yang ketat memandang
bahwa hari tertentu lebih penting daripada hari-hari yang lain. Sedangkan
kelompok yang lebih longgar memandang bahwa semua hari sama saja (ayat 5).
Menariknya,
Paulus memberi nasihat agar mereka bisa menerima satu sama lain sekalipun
mereka memiliki pemahaman yang berbeda-beda, karena Allah sendiri telah
menerima semua orang dengan berbagai kondisi yang dimiliki. Di ayat 6, Paulus
menegaskan bahwa apapun yang dilakukan oleh orang-orang itu, semua dilakukan
untuk mengucap syukur kepada Allah. Mereka yang hanya mau memakan sayur-sayuran
saja dan tidak mau memakan daging, mereka merasa dengan melakukan itu, mereka
bersyukur kepada Allah. Akan tetapi setiap orang yang memakan semua jenis
makanan dengan bebas, termasuk memakan daging, mereka juga merasa sedang
bersyukur kepada Allah dengan tindakan itu. Demikian juga berlaku bagi setiap
orang yang memandang hari tertentu lebih baik daripada hari-hari yang lain
maupun mereka yang memandang bahwa semua hari itu sama saja. Keduanya sama-sama
melakukan tindakannya itu untuk Tuhan.
Mengatasi
semua perbedaan itu, Paulus mengajak semua jemaat di kota Roma untuk bisa
melihat sebuah dimensi yang lebih luas yaitu kasih dan rahmat Allah di dalam
Kristus yang diberikan kepada semua orang, apapun kondisi mereka. Oleh karena
itu, tidak selayaknya jemaat bertindak saling menghakimi dengan memandang
rendah kepada orang lain yang memiliki pemahaman yang berbeda. Karena pada
akhirnya, Allah yang akan menghakimi semua orang. Saling menerima dan mengasihi
di tengah perbedaan menjadi lebih penting daripada memperjuangkan “kebenaran”
menurut versi masing-masing. Biarlah pada akhirnya Allah Sang Maha Benar yang
akan melakukan penghakiman-Nya pada waktu-Nya (ayat 11-12)!
Sejenak
berefleksi dalam kehidupan bergereja, bukankah situasi serupa juga sering
terjadi? Mungkin di gereja kita tidak sampai terjadi pertentangan teologis
sebagaimana dialami oleh jemaat di kota Roma. Akan tetapi pertentangan karena
perbedaan pendapat, keinginan dan kepentingan sudah pasti acapkali terjadi,
bahkan bisa jadi merupakan situasi keseharian dalam kehidupan bergereja kita.
Dengan demikian kita bisa berefleksi bahwa sekalipun sama-sama orang Kristen,
sama-sama bersekutu di sebuah gereja yang sama, namun kehidupan bergereja kita
tidak pernah bisa lepas dari berbagai macam perbedaan. Lalu mau apa? Memperjuangkan keinginan dan
“kebenaran” menurut versi kita masing-masing? Atau mengembangkan semangat dan
komitmen untuk terus mencintai dan mengasihi di tengah segala perbedaan yang
ada? Semoga yang terakhir yang kita perjuangkan di dalam kehidupan bergereja,
karena mengingkari perbedaan berarti mengingkari kehidupan itu sendiri. Justru
di tengah perbedaan itulah, cinta sedang diuji dan divalidasi!
Kehidupan
bergereja yang telah dipersatukan oleh Kristus saja ternyata tidak menghapus
segala perbedaan, apalagi dalam konteks relasi antar agama dan antar suku
bangsa di Indonesia. Berkaitan dengan sikap dan pandangan terhadap agama lain
sekalipun, menarik jika Roma 14:12 ditafsirkan dalam spektrum relasi antar-agama.
Ayat tersebut berbunyi: “Demikianlah setiap orang di antara kita akan
memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.” Bukan urusan kita untuk menilai benar dan tidaknya agama-agama yang lain,
biarlah kita saling menghidupi agama dan keyakinan kita masing-masing, sampai
pada waktu-Nya, Allah Sang Hakim Yang Agung yang akan menyatakan Kebenaran dan
menyatakan penghakiman-Nya! Urusan kita adalah terus mengembangkan kasih
dan cinta di tengah segala perbedaan.
Perbedaan juga tampak nyata bahkan dalam lingkup relasi
yang terkecil sekaligus terdalam: suami-istri, rumah tangga dan keluarga.
Kehidupan keluarga, sekalipun memiliki persamaan namun masing-masing anggota
keluarga juga memiliki perbedaan-perbedaan satu sama lain. Demikian juga kehidupan
bergereja dan bermasyarakat serta berbangsa dan bernegara, selalu terdapat
persamaan namun sekaligus perbedaan. Persamaan dan perbedaan saling menghidupi
satu sama lain dan tidak saling meniadakan. Karena ketika yang satu muncul,
yang lain juga akan segera hadir dan berada bersama-sama.
Jika orang relatif nyaman dengan persamaan namun lain
halnya dengan perbedaan, maka pada masa pentakosta ini kita perlu memberi
perhatian terhadap upaya untuk mengembangkan cinta di tengah-tengah segala
perbedaan. Sehingga pada akhirnya, cinta yang memenangkan segalanya, karena
Sang Cinta ingin tetap berada di tengah persamaan maupun perbedaan!
DISKUSI bersasarkan
ROMA 14:1 – 12
a)
Mengapa manusia relatif merasa tidak nyaman dengan perbedaan?
b)
Perbedaan seperti apakah yang
sering memicu terjadinya konflik di dalam kehidupan: keluarga, gereja dan
masyarakat?
c)
Bagaimana cara menjaga dan
menumbuhkan cinta di tengah-tengah perbedaan?
5) MEMUJI TUHAN /PERSEMBAHAN KJ. 237: 1 – 3 dilanjutkan Doa Syafaat dan Penutup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar