Minggu, 07 Mei 2023

WALAU BEDA, TETAP CINTA (ROMA 14:1 – 12 )

 


1)     PUJIA  PEMBUKA   KJ.13: 1 – 4

2)    DOA

3)    MEMBACA  ROMA  14:1 – 12

4)   MEMAHAMI  SKETSA  PA  &  DISKUSI

Di dalam perikop ini kita bisa membaca situasi yang dihadapi oleh Paulus selaku penulis surat. Pada waktu itu di tengah-tengah jemaat Roma terdapat pertentangan antara dua kelompok yang memiliki pemahaman berbeda. Sebagaimana dituturkan oleh teks, dua kelompok tersebut bisa disebut sebagai kelompok “ketat” dan kelompok “longgar”. Kelompok ketat terdiri atas orang-orang yang masih melakukan seleksi dalam soal makanan. Mereka hanya mau memakan sayur-sayuran dan tidak mau memakan daging. Sedangkan kelompok yang longgar merasa tidak perlu berbuat seperti itu, mereka memakan semua jenis makanan dengan bebas (ayat 2). Demikian juga kelompok yang ketat memandang bahwa hari tertentu lebih penting daripada hari-hari yang lain. Sedangkan kelompok yang lebih longgar memandang bahwa semua hari sama saja (ayat 5).

            Menariknya, Paulus memberi nasihat agar mereka bisa menerima satu sama lain sekalipun mereka memiliki pemahaman yang berbeda-beda, karena Allah sendiri telah menerima semua orang dengan berbagai kondisi yang dimiliki. Di ayat 6, Paulus menegaskan bahwa apapun yang dilakukan oleh orang-orang itu, semua dilakukan untuk mengucap syukur kepada Allah. Mereka yang hanya mau memakan sayur-sayuran saja dan tidak mau memakan daging, mereka merasa dengan melakukan itu, mereka bersyukur kepada Allah. Akan tetapi setiap orang yang memakan semua jenis makanan dengan bebas, termasuk memakan daging, mereka juga merasa sedang bersyukur kepada Allah dengan tindakan itu. Demikian juga berlaku bagi setiap orang yang memandang hari tertentu lebih baik daripada hari-hari yang lain maupun mereka yang memandang bahwa semua hari itu sama saja. Keduanya sama-sama melakukan tindakannya itu untuk Tuhan.

            Mengatasi semua perbedaan itu, Paulus mengajak semua jemaat di kota Roma untuk bisa melihat sebuah dimensi yang lebih luas yaitu kasih dan rahmat Allah di dalam Kristus yang diberikan kepada semua orang, apapun kondisi mereka. Oleh karena itu, tidak selayaknya jemaat bertindak saling menghakimi dengan memandang rendah kepada orang lain yang memiliki pemahaman yang berbeda. Karena pada akhirnya, Allah yang akan menghakimi semua orang. Saling menerima dan mengasihi di tengah perbedaan menjadi lebih penting daripada memperjuangkan “kebenaran” menurut versi masing-masing. Biarlah pada akhirnya Allah Sang Maha Benar yang akan melakukan penghakiman-Nya pada waktu-Nya (ayat 11-12)!

            Sejenak berefleksi dalam kehidupan bergereja, bukankah situasi serupa juga sering terjadi? Mungkin di gereja kita tidak sampai terjadi pertentangan teologis sebagaimana dialami oleh jemaat di kota Roma. Akan tetapi pertentangan karena perbedaan pendapat, keinginan dan kepentingan sudah pasti acapkali terjadi, bahkan bisa jadi merupakan situasi keseharian dalam kehidupan bergereja kita. Dengan demikian kita bisa berefleksi bahwa sekalipun sama-sama orang Kristen, sama-sama bersekutu di sebuah gereja yang sama, namun kehidupan bergereja kita tidak pernah bisa lepas dari berbagai macam perbedaan.  Lalu mau apa? Memperjuangkan keinginan dan “kebenaran” menurut versi kita masing-masing? Atau mengembangkan semangat dan komitmen untuk terus mencintai dan mengasihi di tengah segala perbedaan yang ada? Semoga yang terakhir yang kita perjuangkan di dalam kehidupan bergereja, karena mengingkari perbedaan berarti mengingkari kehidupan itu sendiri. Justru di tengah perbedaan itulah, cinta sedang diuji dan divalidasi!

            Kehidupan bergereja yang telah dipersatukan oleh Kristus saja ternyata tidak menghapus segala perbedaan, apalagi dalam konteks relasi antar agama dan antar suku bangsa di Indonesia. Berkaitan dengan sikap dan pandangan terhadap agama lain sekalipun, menarik jika Roma 14:12 ditafsirkan dalam spektrum relasi antar-agama. Ayat tersebut berbunyi: “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.Bukan urusan kita untuk menilai benar dan tidaknya agama-agama yang lain, biarlah kita saling menghidupi agama dan keyakinan kita masing-masing, sampai pada waktu-Nya, Allah Sang Hakim Yang Agung yang akan menyatakan Kebenaran dan menyatakan penghakiman-Nya! Urusan kita adalah terus mengembangkan kasih dan cinta di tengah segala perbedaan.

Perbedaan juga tampak nyata bahkan dalam lingkup relasi yang terkecil sekaligus terdalam: suami-istri, rumah tangga dan keluarga. Kehidupan keluarga, sekalipun memiliki persamaan namun masing-masing anggota keluarga juga memiliki perbedaan-perbedaan satu sama lain. Demikian juga kehidupan bergereja dan bermasyarakat serta berbangsa dan bernegara, selalu terdapat persamaan namun sekaligus perbedaan. Persamaan dan perbedaan saling menghidupi satu sama lain dan tidak saling meniadakan. Karena ketika yang satu muncul, yang lain juga akan segera hadir dan berada bersama-sama.

Jika orang relatif nyaman dengan persamaan namun lain halnya dengan perbedaan, maka pada masa pentakosta ini kita perlu memberi perhatian terhadap upaya untuk mengembangkan cinta di tengah-tengah segala perbedaan. Sehingga pada akhirnya, cinta yang memenangkan segalanya, karena Sang Cinta ingin tetap berada di tengah persamaan maupun perbedaan!

 

DISKUSI  bersasarkan  ROMA  14:1 – 12

a)     Mengapa manusia  relatif merasa tidak nyaman dengan perbedaan?

b)    Perbedaan seperti apakah yang sering memicu terjadinya konflik di dalam kehidupan: keluarga, gereja dan masyarakat?

c)     Bagaimana cara menjaga dan menumbuhkan cinta di tengah-tengah perbedaan?

 

5)   MEMUJI  TUHAN /PERSEMBAHAN  KJ. 237: 1 – 3   dilanjutkan Doa Syafaat dan Penutup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar